Bisnis.com, BALIKPAPAN –– Industri pupuk di Kalimantan Timur (Kaltim) menghadapi masa sulit di kuartal II/2023.
Menurut data yang dihimpun Bank Indonesia (BI), indeks produksi pupuk di provinsi ini mengalami kontraksi 9,70 persen secara tahunan (yoy) pada periode tersebut.
Angka ini menurun drastis dibandingkan dengan kuartal I/2023 yang hanya terkontraksi 2,76 persen (yoy).
Salah satu faktor penyebab kontraksi ini adalah penutupan salah satu pabrik pupuk di Kaltim untuk melakukan pemeliharaan dan pembangunan fasilitas baru.
Hal ini berdampak pada menurunnya produksi pupuk baik dari jenis amonia, urea, maupun NPK (Nitrogen, Fosfor, Kalium).
Selain itu, harga urea juga mengalami penurunan yang lebih dalam dari kuartal sebelumnya. Padahal, urea merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan pupuk NPK.
Baca Juga
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltim Budi Widihartanto menyatakan penurunan produksi pupuk Kaltim tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi Kaltim, karena kontribusi PKT terhadap industri pengolahan hanya 19,7 persen, dimana migas mendominasi dengan 50,3 persen.
Sementara itu, industri pengolahan Kaltim tercatat tumbuh positif 5,59 persen di kuartal II tahun 2023, meski melambat dari kuartal sebelumnya yang tercatat sebesar 7,04 persen.
Di sisi lain, Budi menyebutkan beberapa rekomendasi dalam penguatan produksi pupuk seperti mempercepat perizinan penyediaan gas bumi sebagai bahan baku pupuk dan Investasi peningkatan kapasitas produksi Pupuk Kaltim.
“Hal ini juga dilakukan oleh PKT termasuk proses maintenance yang dilakukan saat ini,” sebutnya.
Adapun, dia menuturkan bahwa kebijakan untuk mendorong industrialisasi pupuk berbasis bahan baku baru terbarukan dengan harga murah harus terus didukung.