Bisnis.com, BALIKPAPAN – Pemerintah Kota Bontang tancap gas mendorong hilirisasi sektor perikanan sebagai strategi utama diversifikasi ekonomi daerah.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bontang, Muhammad Aspiannur, menyatakan fokus utama saat ini tertuju pada pengembangan industri manufaktur pengalengan ikan, khususnya untuk komoditas unggulan seperti cakalang, tongkol, dan tuna.
Dia menambahkan, Bontang memiliki modal awal yang kuat untuk merealisasikan ambisi hilirisasi perikanan ini.
"Bontang dianugerahi laut yang luas dan kaya, menjadikan ketersediaan bahan baku ikan dari tangkapan nelayan lokal sebagai salah satu kekuatan utama," kata Muhammad Aspiannur dalam keterangan tertulis, Minggu (20/4/2025).
Dia menambahkan, dukungan sarana dan prasarana, termasuk alokasi lahan khusus untuk kawasan industri, menjadi kartu truf lain yang dimiliki Bontang.
"Dari aspek sosial, pengembangan industri ini memiliki potensi besar untuk menyerap tenaga kerja lokal dan menjadi motor penggerak ekonomi kawasan pesisir," katanya.
Baca Juga
Sebagai langkah awal, Pemerintah Kota Bontang menggandeng DPMPTSP Provinsi Kalimantan Timur untuk melaksanakan kajian mendalam.
Dia menegaskan kajian ini menggunakan pendekatan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) untuk membedah secara komprehensif faktor-faktor yang akan menjadi penentu keberhasilan sekaligus potensi kendala dalam pengembangan industri pengalengan ikan di Bontang.
Sebagaimana diketahui, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kecamatan Bontang Selatan mencatat adanya peningkatan produksi perikanan budidaya laut yang signifikan.
Pada tahun 2021, produksi mencapai 2.638 ton, meningkat dibandingkan tahun 2020 yang mencatatkan 2.474 ton.
Selain industri pengalengan ikan, Bontang juga memiliki potensi besar dalam pengembangan budidaya rumput laut, yang dapat menghasilkan karagenan untuk industri farmasi dan kosmetik.
Keberadaan kawasan Bontang Lestari yang akan dilengkapi dengan pelabuhan laut juga menjadi nilai tambah strategis untuk aktivitas pengolahan hasil laut.
Kendati demikian, Aspiannur menyebutkan ketergantungan pada bahan baku impor seperti tinplate menjadi salah satu isu krusial.
"Impor tinplate ini, mau tidak mau, berdampak pada peningkatan biaya produksi akibat bea masuk," tutur Aspiannur.
Lebih lanjut, dia menyoroti perlunya pembenahan infrastruktur pendukung.
"Infrastruktur seperti jalan, listrik, dan air bersih masih memerlukan perhatian serius agar dapat menunjang aktivitas manufaktur secara berkelanjutan," katanya.
Terlepas dari tantangan tersebut, peluang besar terbentang di hadapan Pemerintah Kota Bontang.
Aspiannur mengungkapkan bahwa potensi pasar domestik dan ekspor internasional untuk produk perikanan kaleng sangat menjanjikan.
"Pengembangan industri ini juga membuka ruang kolaborasi riset dan pengembangan teknologi tepat guna dengan perguruan tinggi, serta berpotensi menumbuhkan industri penopang lainnya," ujar dia.
Selain itu, dia turut menyoroti komitmen terhadap keberlanjutan melalui program mitigasi dampak sosial dan lingkungan yang menjadi bagian dari rencana pengembangan industri ini.
"Mulai dari pengolahan limbah yang efektif, penerapan teknologi pengendalian emisi, hingga praktik perikanan berkelanjutan, semua ini menjadi paket lengkap dalam skema hilirisasi ini," tuturnya.
Pemerintah pusat dan daerah melalui berbagai regulasi dan insentif investasi, kata Aspiannur, juga memberi angin segar bagi realisasi proyek ini.
Adapun dia menuturkan bahwa hasil kajian ini akan menjadi cetak biru dalam penyusunan strategi pengembangan industri berbasis kelautan dan perikanan yang berkelanjutan di Bontang.
"Hilirisasi ini bukan sekadar urusan produksi, tetapi lebih jauh dari itu, yakni menciptakan ekosistem industri yang efisien, inklusif, dan ramah lingkungan," kata dia.