Bisnis.com, BALIKPAPAN - Produsen tahu tempet yang tergabung dalam Primer Koperasi Produsen Tahu dan Tempe Indonesia (Primkopti) Sentra Industri Kecil Somber (SIKS) berharap agar Perum Bulog dapat menjaga kualitas kedelai impor.
Sesuai dengan Perpres No. 48/2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional, impor kedelai oleh swasta akan dibatasi dan Bulog akan menjadi pengimpor utama.
"Kalau harga kami yakin Bulog memberi banyak pilihan tapi kalau kualitas belum tahu. Karena impor yang selama ini dilakukan oleh pihak swasta memang terjaga kualitasnya, apakah barangnya nanti akan sama dengan yang impor Bulog kami akan lihat nanti," jelas Ketua Primkopti SIKS Heriansyah, Selasa (19/7/2016).
Pembatasan impor kedelai ini juga dinilai berpotensi menimbulkan gejolak di tingkat produsen yang bisa berujung pada kenaikan harga produk.
Sebab selama ini pasokan kedelai impor merupakan andalan utama penunjang produksi tahu tempe di Balikpapan.
Heriansyah berpendapat apabila impor kedelai dibatasi, pemerintah harus menutupi kekurangan pasokan dengan mencukupi pasokan kedelai dari petani lokal yang kualitasnya juga harus sama baik dan dengan harga jual yang seharusnya bisa lebih murah.
Sayangnya, selama ini harga jual kedelai yang dipatok oleh petani lokal malah lebih mahal dibanding dengan harga jual kedelai impor.
Dua bulan silam, Primkopti mendapati harga jual kedelai lokal ternyata lebih mahal Rp500/Kg dibandingkan dengan dengan kedelai impor.
"Harusnya kedelai lokal lebih murah tapi faktanya malah kedelai impor yang lebih murah. Dua bulan lalu, harga kedelai lokal lebih mahal Rp500/Kg, bahkan pernah kami ditawari petani di Berau tapi harga belinya saja sudah Rp7.500/Kg, lalu kami mau jual berapa ke masyarakat?"