Bisnis.com, SAMARINDA – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda akan menutup paksa industri tahu tempe berada di hulu Sungai Karang Mumus (SKM). Hal ini karena industri kecil tersebut tidak mengantongi izin dari pemerintah dan merusak lingkungan.
“Sudah terlaporkan, ada industri tahu tempe yang merusak lingkungan dan akan kami tutup. Langkah penutupannya dengan koordinasi Dinas Perindustrian Koperasi dan pembongkarannya sesuai Standard Operasional Prosedur (SOP) Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR),” kata Wakil Walikota Samarinda Nusyirwan Ismail, Senin (9/10/2017).
Dikatakan Nusyirwan Ismail, pada bulan Oktober ini hingga akhir tahun 2017, Pemkot berkonsentrasi menertibkan bangunan liar di tepi hulu SKM, termasuk industri tahu tempe berdiri tanpa izin. Ini untuk mengembalikan fungsi SKM.
“Konsentrasi pertama kami adalah mulai di tepi hulu sungai di Jl WS Parman sampai Waduk Benanga. Bangunan tanpa IMB (Izin Mendirikan Bangunan) kami tertibkan. Sudah ada 28 staf dari Dinas PUPR yang mengerti pengawasan bangunan turun ke lapangan dibantu oleh Satpol PP,” kata Nusyirwan.
Pembongkaran juga nantinya dibantu oleh Camat dan Lurah. Pemkot Samarinda, dikatakan Nusyirwan, ingin mencegah tindakan masyarakat yang merambah tepi hulu SKM. Ini agar, Negara tidak dirugikan lebih besar karena biaya relokasi rumah liar di tepi sungai sangat besar.
“Negara harus hadir di tepi sungai ini. Ini tidak bisa di biarkan menjadi hunian baru di tepi SKM. Kalau itu terjadi maka Negara dirugikan sangat besar. Karena memindahkan sekarang membutuhkan dana, upaya, koordinasi dari pusat sampai daerah,” ujar Nusyirwan.
Baca Juga
Saat ini, bagian hilir SKM sudah dilakukan penurapan dengan dana dari pemerintah pusat dan daerah. Dalam waktu dekat, Pemkot akan relokasi 84 buah rumah. Sedangkan, bagian hulu SKM, rencananya akan dibuat jalur hijau dengan penanaman pohon secara alami.
“Kami sekarang ini, tidak memberikan izin IMB di tepi sungai. Jika, ada bangunan, kita bongkar secara bertahap. Tapi, kalau bangunan itu baru kita bongkar sekarang,” kata Nusyirwan.
Pemkot Samarinda juga sedang lakukan kajian hukum Perda No 12 Tahun 2012 yang mengatur batas-batas bangunan yang diperbolehkan berdiri sekitar tepi sungai. Perda tersebut akan direvisi jika melanggar aturan yang diatas seperti UU No 28 tahun 1986
“Kajian hukum ini supaya batas-batas daerah bangunan berdiri di tepi sungai, jelas dan tidak ada spekulasi serta multitafsir. Bahwa, 10 meter dari tepi sungai tidak boleh ada bangunan dengan catatan, sungai memiliki lebar 20 meter,” kata Nusyirwan.