Bisnis.com, SAMARINDA – DPD Realestat Indonesia Provinsi Kalimantan Timur mengaku masih ada ketidakselarasan Rencana Tata Ruang Wilayah di Kaltim yang menyulitkan ekspansi pelaku usaha.
Ketua DPD REI Kalimantan Timur Bagus Susetyo mengatakan di Kota Samarinda pada 2018 lalu ada masalah sinkronisasi tata ruang dengan aturan yang sudah dikeluarkan sebelumnya.
"Alhasil sertifikat yang bisa dikembangkan jadi pemukiman malah jadi RTH [ruang terbuka hijau] dan besarannya sampai 80% jadi 16 hektare orang punya, 14 hektare RTH," ujar Bagus kepada Bisnis, Rabu (13/3/2019).
Dia menyatakan sertifikat yang dipegang pemilik lahan sebelumnya sudah dikeluarkan oleh pemerintah resmi untuk pemukiman.
"Ini problem di Samarinda, kamu sudah konsultasi ke Pemerintah Kota berkeberatan dan minta direvisi. Karena ada 12 pengembang dengan luas 198 hektare yang hilang mestinya bisa perumahan dan sekarang tertutup tak bisa dikembangkan," ujar Bagus.
Dia menyatakan masih ada komunikasi untuk segera direvisi. Bagus juga menyebut agak sulit bagi pemerintah kota untuk mengganti rugi lahan kepada pengembang melalui mekanisme relokasi. Alasannya berdasarkan RTRW sebelumnya, 12 pengembang itu sudah mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan izin lokasi.
"Ini sulit karena ini mereka tidak nyambung dengan RTRW yang lama. Itu problem kami tidak keluar izin site plan, tidak keluar izin IMB dan orang tidak bisa jualan rumah padahal bangunan sudah ada oleh pengembang," papar Bagus.
Bagus juga menyebut kondisi ekonomi yang masih tumbuh melambat di Kalimantan Timur mendorong para pengembang memilih untuk membeli lahan baru ketimbang harus melakukan pembangunan proyek baru.
Data DPD REI Kaltim menunjukkan target pembangunan rumah subsidi atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 11.808 unit, dan rumah non MBR sebanyak 2.103 unit.
Adapun pada 2018 lalu, realisasi pembangunan rumah subsidi secara keseluruhan di Kaltim sebanyak 2.287 unit rumah MBR, dan 305 unit rumah non subsidi.