Bisnis.com, SAMPIT – Kepolisian Resor Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, menyita sekitar 300 karung beras oplosan, hasil penarikan dari peredaran sebagai tindak lanjut pengungkapan kasus pengoplosan beras di Sampit, belum lama ini.
"Kami juga mengirim surat panggilan kedua kepada pemilik usaha. Orangnya berada di Surabaya, Jawa Timur. Kalau nanti tidak datang juga, bisa kami jemput paksa," kata Kapolres AKBP Mohammad Rommel didampingi Kepala Satuan Reserse Kriminal AKP Wiwin Junianto Supriadi di Sampit pada Kamis (11/4/2019).
Penarikan beras oplosan dari peredaran dilakukan agar tidak sampai dikonsumsi masyarakat karena kualitas beras oplosan tersebut tidak terjamin. Polisi tidak ingin ada lagi masyarakat yang menjadi korban penipuan beras campuran itu.
Polisi mengorek keterangan dari tersangka berinisial RA, 44 tahun, yang merupakan supervisor atau pengawas gudang, sehingga bisa menelusuri ke mana saja beras oplosan tersebut diedarkan.
Setelah ditarik, sekitar 300 karung beras yang dimasukkan ke dalam karung menggunakan berbagai merek itu dijadikan barang bukti proses hukum kasus tersebut.
Polisi juga menyita uang Rp22 juta uang hasil penjualan beras oplosan untuk dijadikan barang bukti. Penyidikan masih berjalan sehingga tidak menutup kemungkinan ada yang terlibat kasus ini.
"Nanti kita lihat sejauh mana kapasitas pemilik usaha itu terhadap kasus ini," ujar Rommel.
Praktik ilegal pengoplosan beras itu dilakukan di sebuah gudang di Jalan Manggis 2 Kecamatan Mentawa Baru Ketapang Sampit. Kegiatan itu diperkirakan sudah berlangsung sekitar 1 tahun 8 bulan.
Modus tersangka adalah mengoplos atau mencampur beras yang kualitasnya paling rendah dengan beras kualitas premium, kemudian dikemas dengan beberapa merek tertentu untuk dijual lagi.
Selain mengoplos beras, pelaku diduga juga menjual beras tidak layak dengan cara "memperbaiki" tampilan beras yang sudah rusak atau kualitasnya jelek menggunakan zat kimia tertentu sehingga kutu di beras itu mati, kemudian beras dikemas untuk dijual lagi ke sejumlah wilayah di Kotawaringin Timur.
Tersangka dijerat hukum dengan Pasal 62 juncto Pasal 8 ayat (1) huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 139 juncto Pasal 84 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18/2012 tentang Pangan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda paling banyak Rp2 miliar.