Bisnis.com, SAMARINDA – Pelaku usaha minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO) di Kalimantan Timur menunggu keseriusan pemerintah pusat dan daerah dalam menyelesaikan infrastruktur penunjang di Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan.
Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Azmal Ridwan mengatakan sampai saat ini, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) belum berjalan. Hal ini disebabkan belum tersedianya semua fasilitas infrastruktur penunjang.
“Kami dari sisi user siap. Kami senang karena banyak ongkos dipangkas kalau kita ada pelabuhan sendiri,” terangnya di Midtown Hotel Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Rabu (22/5/2019).
Azmal menyatakan saat ini, pemerintah perlu didesak untuk merampungkan proyek infrastruktur penunjang. Selain pelabuhan, akses jalan darat menuju KEK MBTK juga belum dibuat menjadi lebih bagus.
Padahal, dengan infrastruktur yang mudah dan memadai, investor di luar GAPKI Kaltim diyakini akan tertarik untuk membuka pabrik pengolahan di kawasan tersebut.
Dia juga menyambut baik rencana Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim yang ingin memberikan sejumlah insentif tambahan untuk pajak daerah di luar insentif pajak dari pemerintah pusat. Azmal menilai strategi itu bisa memicu peminat investor masuk ke KEK MBTK selama ada infrastruktur yang memadai.
Baca Juga
“Kami berharap kalau itu jadi hilirasi di sini. Bayangkan kenapa mahal di Samarinda? Margarin dari Surabaya. Singkong pun dari Sulawesi. Kalau di sini ada hilirisasi, ada pabrik sampo, pabrik sabun, oli, semua ada di sini, bisa juara kita. Kalau Maloy jalan, Kaltim bisa swasembada,” paparnya.
Terkait hal ini, Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menyatakan masih menunggu laporan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur dalam merampungkan infrastruktur air dan juga kesiapan listrik melalui PT PLN (Persero).
“Kami segera minta Bupati dan Wakil Bupati selesaikan air baku, tahun ini. PLN juga akan masuk transmisi ke sana,” ujarnya.
Hadi menyebutkan dengan selesainya infrastruktur, maka pelaku usaha sudah ada jaminan untuk membuka bisnis di KEK MBTK. Setelah itu, barulah penerapan Peraturan Gubernur (Pergub) Insentif KEK MBTK dari Pemprov Kaltim bisa terealisasi.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perkebunan Kaltim Ujang Rachmad mengungkapkan sebenarnya produksi sawit di Bumi Etam sudah tinggi, yakni antara 2,5 juta ton-3,5 juta ton per tahun. Saat ini, di Kaltim juga ada 81 pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 4.500 ton.
Sebagian besar produk yang dihasilkan diekspor ke luar negeri dan sebagian lainnya untuk pasar domestik.
Dia mengingatkan bahwa dalam Peraturan Daerah (Perda) Perkebunan Berkelanjutan Nomor 7 Tahun 2018, disebutkan ada kewajiban perusahaan perkebunan untuk mengalokasikan setidaknya 70 persen untuk penyediaan bahan baku industri hilir yang berkembang di Kaltim.
“Jadi kita sudah mempersiapkan dari aspek regulasi, menyiapkan produksi, dan terus menyiapkan produktivitas supaya ke depan, industri hilir tidak kekurangan bahan baku,” ujarnya.