Bisnis.com, BALIKPAPAN—Titik krusial lokasi banjir kerap mengganggu fasilitas publik utama di kota Samarinda. Salah satunya adalah terganggunya akses menuju Bandara International APT Pranoto.
Adapun titik ini berada pada Sistem Karang Mumus. Hal ini membuat pemprov Kaltim meminta kepada pemerintah pusat untuk mengalokasikan pendanaan pengendalian banjir melalui APBN.
Berdasarkan Surat Gubernur Kalimantan kepada Kepala Negara yang dihimpun Bisnis Sabtu (10/8/2019), konsep pengendalian banjir itu utamanya terbagi atas:
Karang Mumus dengan kebutuhan anggaran senilai Rp113,7 miliar, Karang Asam Kecil senilai Rp27 miliar, Karang Asam Besar dan Loa Bakung senilai Rp70 miliar, serta Loa Jalan dan Rapak dalam senilai Rp38 miliar.
Dengan demikian diperkirakan total dana yang harus ditanggung total senilai Rp248,7 miliar.
Adapun sumber genangan banjir kota-kota di Kalimantan Timur adalah banjir kiriman yang merupakan limpasan banjir yang datangnya berasal dari daerah hulu di luar kawasan yang tergenang.
Hal ini terjadi ketika hujan yang terjadi di hulu menimbulkan limpasan banjir yang melebihi kapasitas sungai.
Aliran yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi apabila hujan yang terjadi melebihi kapasitas drainase yang ada.
Terakhir banjir akibat pasang laut/sungai karena banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang dan atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Banjir pasang merupakan banjir rutin akibat muka air laut/ sungai pasang.
Selanjutnya, konsep pengendalian banjir di Samarinda dibagi dalam tiga bagian kegiatan, diantaranya konsep pengendalian banjir di daerah hulu dengan memperbaiki kondisi DAS yang rusak dan meningkatkan resistensi DA untuk reduksi banjir di daerah hulu sehingga beban banjir daerah hilir menjadi lebih ringan.
Hal ini dapat dilakukan dengan konservasi DAS, pengembangan/revitalisasi tampungan alam dan tampungan buatan.
Konsep pengendalian banjir di daerah tengah yang mereduksi banjir dengan meminimalisasi perubahan tata guna lahan, termasuk penertiban pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang kota.
Selain konservasi lahan juga dilakukan dengan normalisasi saluran/sungai, kolam retensi banjir, pintu dan pompa banjir anak sungai.
Terakhir pengendalian banjir di hilir dengan memperlancar aliran drainase yang ada, yakni dengan peningkatan kapasitas alir saluran drainase dan proteksi aliran di saluran dari pengaruh pasang air sungai Mahakam.