Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPPU Dalami Dugaan Kartel Pemicu Kelangkaan Minyak Goreng

Pelaku usaha minyak goreng tersebut diduga secara bersama-sama menaikkan harga minyak goreng kemasan pada periode bulan Oktober 2021 hingga Desember 2021.
Sejumlah warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasan saat peluncuran minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022)./Antara-Galih Pradipta
Sejumlah warga mengantre untuk membeli minyak goreng kemasan saat peluncuran minyak goreng kemasan rakyat (MinyaKita) di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Rabu (6/7/2022)./Antara-Galih Pradipta

Bisnis.com, BALIKPAPAN — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Wilayah Kerja Kanwil V terus menggali informasi dugaan kartel minyak goreng melalui sidang yang terus berlanjut kepada 27 terlapor.

Ketua KPPU Kanwil V Balikpapan Manaek Pasaribu menyatakan pelaku usaha minyak goreng tersebut diduga secara bersama-sama menaikkan harga minyak goreng kemasan pada periode bulan Oktober 2021 hingga Desember 2021, dan periode bulan Maret 2022 hingga Mei 2022.

“Setelah meminta keterangan pemerintah, proses persidangan pemeriksaan lanjutan atas perkara a quo akan terus berlanjut dengan agenda pemeriksaan saksi maupun ahli yang telah diajukan oleh masing-masing pihak, baik terlapor maupun investigator KPPU,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (19/12/2022).

Dia menyebutkan perkara ini telah dimulai KPPU sejak 20 Oktober 2022, diawali oleh Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan dan secara total sudah memanggil sebanyak tujuh saksi sebagai wakil dari pemerintah.

Sebagaimana diketahui, dalam merespons permasalahan tingginya harga minyak goreng beberapa waktu lalu, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 6/2022 dan dilanjutkan dengan Permendag No 11/2022.

Lantas, Pemerintah melakukan pengawasan peredaran minyak goreng di beberapa pasar tradisional, ritel modern bahkan produsen, dimana hasilnya minyak goreng kemasan sederhana tidak banyak tersedia di pasar tradisional, sementara di ritel modern mengalami penurunan realisasi pemenuhan terhadap jumlah Purchase Order (PO) yang telah diajukan.

Pemerintah juga waktu itu menerima keluhan dari produsen yang tidak mendapatkan crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku memproduksi minyak goreng.

Manaek menjelaskan, situasi tersebut juga dialami di wilayah Kalimantan berdasarkan dari hasil pemantauan yang dilakukan Kanwil V KPPU waktu itu.

Manaek melanjutkan, dalam pemeriksaan yang telah berjalan hingga saat ini terdapat informasi bahwa perubahan kebijakan harga eceran tertinggi (HET) yang diatur dalam Permendag No 6/2022 atau yang disebut dengan kebijakan satu harga yang kemudian diubah dengan Permendag No 11/2022 mengakibatkan terjadinya selisih harga stok minyak goreng dengan harga berdasarkan kebijakan tersebut.

“Selisih stok harga minyak goreng tersebut akan ditanggung oleh pemerintah berdasarkan komitmen dari pemerintah untuk membayarkan selisih harga (rafaksi) tersebut,” katanya.

Dia menuturkan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan, saksi-saksi yang terdiri dari kalangan peritel dan distributor banyak mengeluhkan belum dibayarkannya rafaksi tersebut oleh pemerintah.

“Untuk peritel dan distributor yang khusus berada di wilayah Kalimantan apakah masih mengeluhkan belum dibayarkan rafaksi tersebut, KPPU belum menggali informasi lebih lanjut,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper