Bisnis.com, BALIKPAPAN - Pasar properti residensial Kota Balikpapan mengalami perlambatan signifikan pada kuartal II/2025 yang dipicu oleh sejumlah faktor.
Hal ini menandai berakhirnya euforia investasi yang dipicu ekspektasi operasionalisasi Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Balikpapan Robi Ariadi menyatakan pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) melambat dari 1,31% menjadi 0,96% secara tahunan, sementara nilai penjualan anjlok 11% dibandingkan periode sebelumnya.
"Perlambatan IHPR tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan harga tipe rumah menengah (36m2< luas bangunan <=70m2) dan harga tipe rumah kecil (Luas Bangunan lebih kecil atau sama dengan 36m2)," kata Robi Ariadi dalam keterangan tertulis, Kamis (28/8/2025).
Menariknya, rumah tipe besar justru mencatat kenaikan harga tertinggi sebesar 2,07%, meski nilai penjualannya terpuruk 25%.
Robi menyebutkan, para pengembang mulai mengubah haluan dengan memprioritaskan penjualan rumah tipe menengah dan kecil.
Baca Juga
Strategi ini terbukti efektif, mengingat rumah tipe menengah berhasil mendominasi pangsa penjualan kuartal ini, berbeda dari periode sebelumnya yang dikuasai rumah tipe kecil.
Menurutnya, transformasi ini sejalan dengan peluncuran beberapa kluster baru rumah tipe menengah yang berhasil menarik perhatian konsumen.
Kendati demikian, pertumbuhan harga kedua segmen ini justru mengalami deselerasi. Tipe menengah tumbuh 0,42% dan tipe kecil 0,38%, masih jauh di bawah capaian kuartal sebelumnya.
Dari aspek pembiayaan, Robi mengungkapkan ketergantungan pada Kredit Pemilikan Rumah (KPR) semakin menguat, mencapai 89% dari total transaksi.
"Persentase rumah yang terjual dengan skema KPR tersebut lebih tinggi dibanding periode triwulan sebelumnya yang sebesar 84%," ucap dia.
Sayangnya, pertumbuhan KPR di Balikpapan juga mengalami perlambatan dari 9,01% menjadi 7,14% secara tahunan.
Merespons kondisi ini, Bank Indonesia terus memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) untuk mendongkrak pertumbuhan kredit perbankan.
Adapun, dia menuturkan insentif ini disalurkan kepada sektor prioritas, termasuk real estate dan perumahan rakyat.
"Ke depan, kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan melalui optimalisasi insentif pada sektor yang berkontribusi tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja serta selaras dengan program-program Asta Cita Pemerintah," pungkasnya.
Sebagai informasi, tantangan ke depan terletak pada kemampuan industri untuk beradaptasi dengan realitas pasar baru, IKN tidak lagi menjadi katalis utama pertumbuhan.
Sementara itu, efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia akan menjadi kunci dalam menjaga stabilitas sektor properti di tengah transisi menuju normalitas pasar.