Bisnis.com, BALIKPAPAN — Sektor perhotelan di Kalimantan Timur (Kaltim) mulai merasakan dampak akibat gelombang pembatalan acara pemerintah sejak Februari 2025.
Kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025, menyebabkan terjadinya pembatasan perjalanan dinas dan revisi anggaran.
Beleid tersebut dinilai berdampak domino bagi ekonomi daerah, terutama di Kota Balikpapan khususnya di sektor meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE).
Kondisi ini menghadirkan tantangan berat bagi para pengusaha hotel, yang kini berjibaku mencari strategi bertahan di tengah badai pembatalan.
Pembatalan acara pemerintah ini bak dua mata pisau bagi industri perhotelan. Di satu sisi, kebijakan efisiensi anggaran memang diperlukan. Di sisi lain, implikasinya langsung terasa pada penurunan drastis tingkat hunian hotel.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kalimantan Timur Sahmal Ruhip mengatakan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan sejumlah aspek agar bisnis hotel tetap bertahan.
Baca Juga
“Kebijakan pemerintah ini memang harus kita patuhi, kalau dari segi pengusaha sih tidak ada positifnya, negatif malahan, cuman dibalik itu kita tidak tahu program-programnya jangka panjangnya apa? Apakah nanti ada penurunan pajak. Misalnya 10% jadi 7% atau 5%, itu tergantung Pak Prabowo instruksikan gitu,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (5/3/2025).
Menurut data yang dihimpun oleh PHRI Kaltim, tingkat hunian hotel pada Februari 2025 hanya di angka 30,35%. Menyikapi situasi ini, pengusaha hotel tidak tinggal diam.
Sahmal menyebutkan, hotel-hotel kini berupaya keras mencari ceruk pendapatan alternatif, seperti membuat event olahraga, budaya dan lain sebagainya guna menarik para pengunjung ke Kaltim.
“General Manager hotel ditantang untuk aktif mencari cara agar bisnis tetap berjalan, terutama melalui event,” sebutnya.
Selain itu, sektor swasta turut diharapkan dapat membantu mengisi kekosongan akibat berkurangnya kegiatan pemerintah.
Sahmal mengungkapkan bahwa pengusaha hotel kini berada dalam sikap wait and see, tapi juga agresif dalam menawarkan diskon besar-besaran.
Paket-paket promosi untuk acara buka puasa, wisuda, hingga pernikahan digencarkan dengan diskon hingga 20%, yang menggunakan sistem pembayaran di muka sebagai jaminan kepastian pemesanan.
“Strategi diskon besar-besaran ini mungkin kurang sehat, namun diperlukan agar hotel tetap beroperasi meski dengan keuntungan tipis. Efisiensi biaya operasional hotel, seperti biaya listrik, juga dipertimbangkan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, PHRI Kaltim berharap pemerintah daerah tidak memberlakukan larangan yang terlalu ketat seperti di daerah lain, seperti pelarangan study tour.
Dia berharap gubernur Kaltim yang baru, agar dapat memberikan dukungan konkret bagi dunia usaha perhotelan.
“Kita harapkan Pak Gubernur baru ini, kita rasa tidaklah (menyulitkan) karena beliau orang bisnis kan, tidak mungkin mau mematikan usaha-usaha yang sudah dibangun,” harapnya.
Adapun, Sahmal menuturkan kepastian kebijakan pemerintah daerah sangat dinantikan oleh pelaku industri perhotelan.
Tujuannya jelas, agar usaha perhotelan tetap dapat bernapas, menghindari gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang telah terjadi di provinsi lain.
“Hingga kini, PHK belum terjadi di Kaltim dan diharapkan kondisi ini dapat dipertahankan. Pandemi Covid-19 saja berhasil dilewati, tentunya dengan dukungan solusi dari pemerintah,” tuturnya.
Sebelumnya, Gubernur Kaltim Rudy Mas'ud menyebutkan Pemprov Kaltim akan mengambil kebijakan berani dengan meniadakan rapat-rapat di hotel dan memangkas anggaran perjalanan dinas secara signifikan hingga 70% terkait efisiensi.
“Pelaksanaan kegiatan efisiensi tidak ada lagi rapat-rapat di hotel, semuanya rapatnya di kantor-kantor milik Pemprov. Jadi tetap efisiensi perjalanan dinas pun juga minimum dipotongnya 50%, mungkin kalau memang masih bisa ditambah 70%, dicukupkan 70%,” katanya.