Dahan dengan panjang sekiranya 3 meter dibenamkan ke kolam oleh pemiliknya, Damianus Dwi Pospo, yang berlokasi di Desa Rasau Jaya 2, Kubu Raya.
Pria yang sehari-hari sebagai petani itu menyebutkan, air kolam yang berwarna coklat kehitam-hitaman karena sedementasi gambut itu memiliki kedalaman 2 meter.
Kolam Damianus berukuran 4x6 dibikin secara swadaya bersama kelompok tani lainnya. Nantinya akan diisi ikan. Sehingga, sebelum musim kemarau tiba, petani dan Damianus bisa menikmati panen ikan. Kolam itu bernama embung.
“Embung yang dibikin ini, baru berumur sebulan. Hampir 15 hari dikerjakan. Dengan adanya embung ini nanti bisa mengantisipasi kebakaran lahan di sekitar sini,” kata Damianus kepada Bisnis, belum lama ini.
Desa yang memiliki waktu tempuh 1 jam dari Kota Pontianak ini termasuk lokasi lahan yang terdampak kebakaran hebat pada Oktober-November 2015 lalu.
Dampaknya, muncul asap pekat yang menyelimuti kota dan sekitarnya sehingga membuat aktivitas sekolah diliburkan, penerbangan lumpuh hampir sebulan, dan tentu terganggunya kesehatan saluran pernapasan.
Embung merupakan salah satu solusi selain teknik sekat pada kanal untuk menyirami api yang membakar hutan dan lahan pada musim kemarau tiba. Di Rasau Jaya terdapat dua desa, Rasau Jaya 2 dan Rasau Jaya 3. Setiap desa memiliki 1 unit embung.
Sekitar 10 meter dari embung milik Damianus terdapat sumur bor. Sewaktu-waktu, saat embung dan kanal benar-benar kering, maka sumur bor menjadi alternatif untuk menyedot air dari dasar tanah.
Pasalnya, semakin panas suhu udara, maka semakin mudah gambut terbakar. Dari permukaan seringkali tampak dikira api telah padam tetapi biasanya api masih membara di dalam tanah.
“Hampir 2 ha, lahan di sini terbakar. Tanaman yang terbakar ada kelapa sawit yang baru ditanam, ada nenas dan tumbuhan lain.”
Kejadian parah saat kemarau panjang akhir tahun lalu juga dialami Rustamaji. Tak jauh dari lokasi kebakaran milik Damianus, lahan pertaniannya dan lahan tidur hampir 23 ha terbakar. Gambut menjadi lahan yang mudah terbakar.
Luas kebakaran di kebun Damianus tersebut adalah yang terparah pada tahun ini setelah terakhir terjadi pada 2006 yang pernah terbakar hingga 30 ha. “Kebun kelapa sawit dan nenas milik saya hampir terbakar 11 ha tahun ini,” kata dia.
Saat kebakaran lahan berlangsung, belum ada embung, sumur bor dan sekat kanal untuk mencegah kebakaran meluas. Lokasi lahan milik Rustamaji yang sulit dijangkau membuat selang Manggala Agni tidak sampai ke titik kebakaran karena tidak adanya embung tersebut. Alhasil, bersama masyarakat desa setempat, berjibaku memadamkan api.
Tanami Kopi
Kini, masyarakat di Desa Raya Jaya 2, sudah punya berbagai alternatif mengantisipasi kebakaran lahan dengan cepat karena adanya embung, sumur bor dan sekat kanal.
Tak cukup sampai di situ, ada fasilitas fisik lain yang diberikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Developments Program (UNDP) REDD+ Indonesia dengan menggandeng LSM lokal yaitu Riak Bumi dengan menanami sejumlah komoditas sebagai bagian pemulihan ekosistem.
Ada kopi jenis Liberica, tanaman keras sangon, dan jagon atau dikenal kayu besi untuk ditanami sekitar embung tadi. Masyarakat diberikan 4.000 bibit tanaman keras, 2.000 bibit buah-buahan lokal, dan 2.000 bibit kopi.
“Selama ini, kopi ditanam secara mandiri di pekarangan rumah. Jadi kami berharap bibit kopi ini bisa dipasarkan. Di Pontianak menjamur warung kopi dikunjungi anak muda,” ujarnya Direktur Eksekutif Riak Bumi Valentinus Heri.
Sementara, menurut Staff Koordinator Bidang Komunikasi UNDP Khairullah mengatakan pihaknya tidak hanya memberikan fasilitas fisik dan pendampingan kepada masyarakat di Rasau Jaya 2 saja. Ada desa-desa lain di Provinsi Riau, Sumatra Selatan, Sumatra Barat dan Jambi.
UNDP menyediakan kebutuhan fisik penanganan kebakaran lahan dan hutan selain bantuan membangun embung, sekat kanal dan sumur bor dan bibit tanaman tadi.
Seperti peralatan pengendalian karhutla berupa helm, kacamata pengamanan, masker, pakaian lapangan, sarung tangan, sepatu, pompa air, selang hisap, saringan air, selang semprot, konektor selang dan jet nozzle.
“Pendampingan dan bantuan fisik diberikan supaya masyarakat terus bisa hidup dengan memanfaatkan hasil hutan dan pertaniannya,” ungkapnya.