Bisnis.com, PONTIANAK – Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat akan mengumpulkan asosiasi peternak dan pedagang sapi lokal serta instansi terkait kabupaten/kota untuk membahas harga standar jual terendah dan tertinggi daging sapi potong.
Kepala Dinas Peternakan Kalbar Abdul Manaf mengatakan, akan segera mengirim surat resmi kepada Sekretaris Daerah (Sekda) Kalbar untuk menjadwalkan pertemuan dengan instansi seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Peternakan kabupate/kota.
“Belum ada standar harga eceran tetap (HET) sapi potong sehingga kami (Dinas Peternakan) perlu membahas kebijakan khusus penyesuaian harga daging sapi potong kalau Presiden Joko Widodo minta (harga) Rp80.000 per kg. Dalam menurunkan harga daging sapi memang perlu intervensi dari pemerintah,” kata Manaf, belum lama ini.
Dia menjelaskan, harga daging sapi di Kalbar saat ini stabil dan belum menunjukkan kenaikan harga menjelang bulan Ramadan yakni sekarang rerata sebesar Rp120.500 per Kg atau hanya naik Rp500 dibandingkan dengan harga pada akhir tahun lalu yang sebesar Rp120.000.
Untuk langkah awal, pihaknya meminta kepada pelaku usaha supaya tidak membuat harga jual daging sapi potong pada bulan Ramadan dan ke depannya tidak melebihi batas Rp127.000 per Kg karena Kalbar masih kelebihan stok daging sapi sampai akhir tahun ini.
“Kalbar punya stok untuk akhir tahun ini mencapai 5.479 ekor dan untuk kebutuhan sebanyak 4.065 ekor, artinya Kalbar surplus stok daging sebanyak 1.414 ekor. Kami ingin mengumpulkan data kebutuhan per kabupaten dan jumlah sapi untuk dijual.”
Berdasarkan data Dinas Peternakan Kalbar populasi sapi potong di Kalbar pada 2015 mencapai 145.044 atau lebih tinggi dari periode sebelumnya yang mencapai 141.507 ekor. Kebutuhan rerata daging sapi beku sebesar 0,03% atau sebanyak 24,5 ton total kontribusi sebesar 7.636 ton.
Namun untuk harga per kilonya, Kalbar kemungkinan tidak bisa mengikuti patokan Rp80.000 per Kg karena sejumlah faktor seperti pertama akan mematikan usaha peternak lokal.
Menurutnya, peternak lokal di Kalbar tidak menjadikan sapi sebagai mata pencaharian utama melainkan penghasilan sambilan dengan tujuan investasi tabungan, perbaikan rumah, dan masa depan pendidikan anak.
Kedua, mayoritas sapi potong yang ada di Kalbar didatangkan dari luar daerah seperti dari Madura dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sehingga membuat pengusaha sapi di Kalbar harus mengeluarkan biaya tambahan lagi.
Ketiga, Kalbar hanya punya satu lokasi rumah potong hewan di Kota Singkawang sehingga penyebaran daging sapi potong tidak merata dan biaya pendistribusian terpaksa dibebankan kepada pedagang.
Ketua Pokja Pemasaran Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Kementerian Pertanian Feria Lubis mengatakan, untuk jangka pendek mengantisipasi harga jual daging sapi potong di daerah luar Jawa seperti di Kalbar dengan menggelar bazaar. Namun, dia mengatakan pemda harus menggandeng PT Berdikari Indonesia.
“Memang, untuk bazaar tidak boleh menjual daging siap edar yang baru diimpor dari Australia ke masyarakat supaya bisa menekan harga jual tidak terlampau tinggi tanpa didampingi PT Berdikari karena perusahaan ini tidak ingin sembarangan menjual.”
Perusahaan plat merah itu punya standar tinggi seperti mobil pendingin khusus yang tidak dimiliki pemerintah daerah di Kalbar, dan tenaga terampil yang mumpumi menjual sapi potong segar.
Untuk kebutuhan di luar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), menurutnya, Kementan sudah mendatangkan 5.000 ton sapi asal Australia dan menyusul lagi nanti 10.000 ton sapi.