Bisnis.com, JAKARTA – Gubernur Kalimantan Barat Cornelis meluncurkan kemitraan pembangunan berkelanjutan dengan pendekatan lanskap terhadap komoditas terpadu untuk meningkatkan produktivitas suatu komoditas sekaligus melindungi hutan serta gambut.
Dari siaran pers yang diterima Bisnis, belum lama ini, kegiatan itu dihadiri Duta Besar Belanda Rob Swartbol, Dubes Norwegia Stig Traavik, Kepala Badan Restorasi Gambut RI Nazir Foead, Sekjen Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Togar Sitanggang, Deputi Kepala Staf Presiden Yanuar Nugroho, Puteri Indonesia Lingkungan Hidup 2015 Chintya Fabyola dan Puteri Indonesia LH 2005 Valerina Daniel.
Cornelis melalui program ini mengajak pemangku kepentingan dan negara sahabat Indonesia untuk mencari solusi bersama akan tantangan pertumbuhan hijau.
Dia menunjukkan salah satu contoh model kerja sama publik dan swasta yang berfokus pada pembangunan berkelanjutan yaitu PT Pasifik Agro Santosa dari PT CUS dan IDH Sustainable Trade Initiative yang mendorong produktivitas sawit lestari, berkontribusi kepada ekonomi masyarakat sekaligus menjaga hutan di dalam dan sekitar konsesi.
PT CUS dinilai menerapkan model produktivitas kebun sawit dan perlindungan hutan atau gambut hingga 30% dari areal konsesi perkebunannya yaitu sekitar 10.000 hektare.
Kerja sama antara PT CUS dan IDH akan fokus pada pengembangan model bisnis yang dapat mendorong terus produktivitas komoditas sawit sekaligus menyelamatkan hutan dan gambut sehingga bisa diterapkan di seluruh Kalbar dan Indonesia.
“Pendekatan landskap yang sukses tergantung pada kepemimpinan kuat pemerintah, didukung pemanku kepentingan. Saya senang menyambut kerjasama PT CUS dan IDH yang berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan Kalbar sejala dengan strategi pembangungan rendah emisi untuk provinsi dan nasional.”
Direktur IDH Indonesia Fitrian Ardiansyah mengaku senang dan mendukung Kalbar dan perusahaan seperti PT CUS dalam menciptakan lanskap berkelanjutan di provinsi ini karena membuktikan bahwa perlindungan hutan atau gambut dan produksi komoditas sebenarnya dapat diselaraskan untuk kemakmuran jangka panjang.
“Pekerjaan IDH dalam kerja sama antara publik dan swasta untuk produksi dan perlindungan lanskap hutan dan gambut di Indonesia didukung Belanda dan Norwegia.”
Komisaris PT CUS Dino Patti Djalal mengatakan, secara historis, emisi gas rumah kaca disumbangkan secara signifikan oleh pihak swasta.
Sehingga dalam hal ini konsesi perkebunan yang masih mau melindungi hutan dan gambut di wilayah konsesinya dapat dianggap sebagai awal kontribusi positif bagi perlindungan lingkungan. Dia mengklaim PT CUS sampai saat ini menjaga 10.000 Ha hutan bernilai konservasi tinggi dari 30.000 ha konsesinya.
Nazir Foead mengutarakan, Kalbar mempunyai 1,7 juta ha lahan gambut dan sekitar 600.000 ha adalah kawah gambut yang perlu dilindungi. Sedangkan, 300.000 ha gambut perlu direstorasi karena kondisinya yang rusak.
Menurutnya, kemitraan menjadi penting karena sebagian besar gambut perlu direstorasi ada di wilayah konsesi.