Bisnis.com, BALIKPAPAN – PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara (Kaltimtara) telah meminta restu kepada sejumlah pemegang saham atas aksi pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS).
Sekretaris Perusahaan BPD Kaltimtara Baharuddin Rivai menjelaskan sejauh ini pihaknya telah meminta restu kepada 4 kabupaten dan 2 provinsi diantaranya Berau, Balikpapan, dan Penajam Paser Utara. Dia menjelaskan sejauh ini pihaknya mengutamakan memperoleh restu terlebih dahulu dan belum membicarakan lebih lanjut terkait penyertaan modal yang mungkin diberikan.
“Kami putuskan untuk melakukan spin off (pemisahan) dibandingkan dengan koversi menyeluruh. Kami tidak totalitas berubah ke syariah, tetapi secara bertahap,” katanya kepada Bisnis Rabu (6/11/2019) di kantor Wali Kota Balikpapan.
Menurutnya prospek ekonomi syariah baik di provinsi Kaltim maupun Kaltara cukup baik sehingga langkah tersebut bisa menjadi strategi memperkuat penyaluran pembiayaan. BPD menargetkan aksi tersebut bisa dimulai pada tahun depan, terutama jika melihat respon para pemegang saham yang mayoritas mendukung.
Spin off dan merger menjadi salah satu isu penting perbankan syariah sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia No.11/10/PBI/2009 yang menyebutkan, UUS wajib dipisahkan (spin-off) dari bank umum konvensional (BUK) apabila nilai aset UUS telah mencapai 50% dari total nilai aset BUK induknya, paling lambat pada 2023. Atau 15 tahun sejak berlakunya UU 21/2008 tentang Perbankan Syariah.
Sementara itu, Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menyetujui aksi pembentukan syariah tersendiri dibandingkan dengan upaya konversi langsung menjadi bank syariah karena lebih efektif dalam pergerakan.
“Ekonomi syariah kan tumbuh berkembang baik jika spin off kendali-nya lebih baik dibandingkan dengan langsung menjadi kaltimtara syariah,” jelasnya.
Rizal menjelaskan setelah proses spin--off dilakukan tahun depan akan ditindaklanjuti dengan penawaran penambahan modal kepada masing -- masing pemegang saham. Namun sejauh ini pihaknya belum melakukan penambahan ke APBD.
Pemerintah kota Balikpapan juga memiliki rencana untuk menambah penyertaan modal kepada PT Bank Pembangunan Daerah Kaltim-Kaltara (Bankaltimtara) secara bertahap hingga mencapai jumlah potensial.
Wali Kota Balikpapan, Rizal Effendi mengatakan, sejauh ini selama kurang lebih 10 tahun, secara total pihaknya telah melakukan penyertaan modal senilai Rp120 miliar kepada BPD. Menurut Rizal jumlah tersebut masih tergolong kecil dan belumlah maksimal.
“Belum maksimal penyertaan modal dari Balikpapan, harusnya bisa mencapai Rp250 miliar. Jadi masih banyak yang harus disetor untuk memperbesar saha juga. Saat ini mungkin saham kami baru sekitar 7%” jelasnya.
Namun, Rizal belum mengungkapkan porsi penambahan yang direncanakan, termasuk rencana paling dekat.
Adapun untuk tahun ini, pihaknya telah melakukan penambahan modal kembali hingga senilai Rp7 miliar kepada BPD. Selama ini penyertaan modal yang dilakukan berasal dari sejumlah dividen yang diterima, yang dikembalikan untuk menambah modal.
Saat ini Bank Kaltimara masuk dalam perbankan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) II atau bank- dengan modal mulai Rp1 triliun dan di bawah Rp5 triliun.
Berdasarkan data Bank Indonesia, penyaluran pembiayaan syariah Kaltim triwulan II/2019 masih menunjukkan kinerja yang positif, walaupun tidak sebaik triwulan sebelumnya. Kinerja pembiayaan syariah Kaltim triwulan II/2019 melambat dari 12,76% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 2,24% (yoy) pada triwulan II/2019.
Berdasarkan jenis penggunaannya, perlambatan laju pertumbuhan pembiayaan syariah terutama disebabkan oleh turunnya kinerja pembiayaan jenis modal kerja dan investasi. Penurunan kinerja pembiayaan syariah Kaltim triwulan II/2019 berdampak pada turunnya pangsa pembiayaan syariah Kaltim dari semula 6,07% pada triwulan I/2019 menjadi 5,59% terhadap total kredit Kaltim. Di sisi lain, fungsi intermediasi perbankan syariah dari sisi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami akselerasi pertumbuhan dari 32,76% (yoy) pada triwulan I 2019 menjadi 39,77% (yoy) pada triwulan II/2019. Adapun pangsa DPK syariah mengalami sedikit penurunan dari 8,00% pada triwulan I 2019 menjadi 7,91% pada triwulan II/2019.
Dari sisi kualitas pembiayaan, risiko pembiayaan syariah Kaltim tercatat masih berada di atas threshold walaupun tidak setinggi periode sebelumnya. Tingkat Non Performing Financing (NPF) Kaltim tercatat 5,46% pada triwulan II/2019, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,23%. Berdasarkan jenis penggunaannya, risiko pembiayaan tertinggi dimiliki oleh pembiayaan modal kerja dengan tingka NPF mmencapai 16,74%. Tingkat risiko pembiayaan syariah Kaltim lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat risiko kredit perbankan konvensional yang tercatat 3,74% pada triwulan II/2019.
Perbankan syariah juga mengalami peningkatan dari sisi aset. Total aset sebelum set off (Gross Assets) pada akhir triwulan II 2019 tercatat sebesar sembilan triliun rupiah, meningkat 20,13% (yoy). Namun demikian pangsa aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan masih rendah, sekitar 8%.