Bisnis.com, KUTA –– Bank Indonesia (BI) terus berupaya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan nasional yang berimbas pada perkembangan ekonomi Kaltim hingga kuartal III/2023.
Kepala Kantor Perwakilan BI Kalimantan Timur Budi Widihartanto menyatakan BI telah melakukan beberapa langkah strategis untuk menghadapi tantangan ekonomi global, seperti menaikkan suku bunga acuan, memperkuat bauran kebijakan, dan meluncurkan inovasi kebijakan.
“Pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur mengalami lonjakan setelah periode pasca-COVID, yang tetap berada pada tingkat yang sangat baik secara tahunan pada 2023, bahkan melebihi pertumbuhan nasional,” ujarnya dalam paparan Perekonomian Terkini Dan Respons Kebijakan Bank Indonesia di Kuta, Bali, pada Senin (13/11/2023).
Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Kaltim yang ditandai dari peningkatan PDRB tercatat sebesar 5,92% pada kuartal III/2023 atau berada di atas pertumbuhan nasional sebesar 4,94%.
Salah satu inovasi kebijakan yang diluncurkan oleh BI adalah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), yang merupakan standar pembayaran nasional yang memungkinkan transaksi menggunakan kode QR melalui berbagai platform.
QRIS diharapkan dapat meningkatkan inklusi dan konektivitas ekonomi, serta mendukung pengembangan ekonomi digital.
Baca Juga
Selain itu, Budi menyebutkan BI juga melakukan kerjasama dengan negara mitra untuk meningkatkan transaksi perdagangan dan investasi menggunakan mata uang lokal (Local Currency Transactions/LCT).
“Kerja sama ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dan meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah,” katanya.
Kemudian, BI juga menerbitkan surat berharga dalam mata uang rupiah yang dikenal dengan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
SRBI merupakan instrumen investasi yang aman dan menguntungkan, yang menggunakan Surat Berharga Negara (SBN) milik BI sebagai underlying asset.
Budi menambahkan, BI terus bersinergi dan berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait dalam pengendalian inflasi melalui Gerakan Nasional Pencegahan Inflasi (GNPIP).
Kendati demikian, masih terdapat sejumlah tantangan seperti konsumsi rumah tangga yang stagnan akibat penurunan pendapatan masyarakat yang dipicu turunnya sektor pertambangan.
“Sementara sektor konstruksi mengalami peningkatan, dampaknya belum mencukupi untuk secara signifikan meningkatkan konsumsi rumah tangga,” terang Budi.
Di sisi lain, ekspor mengalami penurunan yang cukup besar yang dipengaruhi harga yang saat ini berada pada level terendah.
Namun, tingkat inflasi Kaltim relatif rendah, tetap berada pada 2,68% jika dibandingkan pada periode yang sama dengan tahun lalu.