Bisnis.com, BALIKPAPAN – Angka penyakit tuberkulosis (TBC) di Kota Balikpapan terkonfirmasi melonjak sebanyak 833 kasus dan 21 kematian hingga April 2025.
Hal ini tentu memicu kekhawatiran serius terhadap pencapaian target eliminasi TBC nasional pada 2030.
Menurut data yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan, tingkat mortalitas TBC mencapai 2,5% dari total kasus. Artinya, upaya pengendalian TBC di Balikpapan masih jauh dari kategori optimal.
Kondisi ini semakin memprihatinkan mengingat Indonesia telah masuk dalam 5 besar negara dengan beban TBC tertinggi di dunia.
"Catatan kasus penyakit yang saat ini menjadi prioritas kami adalah fokus pada pencegahan penyakit menular TBC, dengan memutus rantai penularannya," kata Kepala DKK Balikpapan, Alwiati, dalam keterangan resmi, Rabu (4/6/2025).
Dia menambahkan, tingginya angka kasus TBC di Balikpapan tidak terlepas dari persoalan mendasar yakni perilaku masyarakat.
Baca Juga
Faktor risiko utama seperti kebiasaan merokok, kondisi lingkungan rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan, hingga yang paling disayangkan adalah ketidakpatuhan pasien dalam menyelesaikan pengobatan.
"Pola hidup masyarakat, termasuk kebiasaan merokok dan lingkungan rumah yang kurang sehat, menjadi pemicu utama. Selain itu, pasien aktif yang tidak tuntas berobat juga memperbesar risiko penularan," ucap Alwiati.
Menurutnya, fenomena ini ibarat lingkaran setan yang sulit diputus. Banyak pasien TBC yang menghentikan pengobatan setelah merasa membaik, padahal seharusnya masih menjalani terapi minimal 6 hingga 9 bulan.
Hal ini tidak hanya berisiko mengalami kekambuhan, tetapi juga meningkatkan peluang resistansi obat yang jauh lebih berbahaya.
Menurutnya, aspek penularan TBC dalam lingkungan keluarga menjadi tantangan khusus tersendiri.
Alwiati menegaskan, bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyebar melalui percikan dahak saat batuk atau bersin bisa menciptakan risiko tinggi bagi anggota keluarga yang tinggal serumah dengan pasien aktif.
"TBC bisa ditularkan ke siapa saja, apalagi yang satu rumah dengan pasien aktif. Maka edukasi kepada keluarga pasien menjadi bagian penting dalam pemutusan rantai penularan," kata dia.
Oleh karena itu, DKK Balikpapan mengintensifkan program tracing kontak erat dan pemeriksaan dini terhadap anggota keluarga yang berisiko tertular.
Alwiati menyebutkan, Pemerintah Kota Balikpapan mengadopsi pendekatan multi-sektor yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Strategi yang diimplementasikan mencakup penguatan sistem surveilans, peningkatan kapasitas deteksi dini melalui pemeriksaan dahak dan rontgen paru, serta intensifikasi program edukasi kesehatan.
Dia mengungkapkan pihaknya memperluas akses layanan TBC di seluruh fasilitas kesehatan dengan menyediakan obat anti-TBC secara gratis lewat program nasional.
Alwiati menuturkan kolaborasi strategis dengan kader posyandu, tokoh masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) turut diperkuat untuk memastikan edukasi menjangkau hingga tingkat RT dan RW.
"Kalau ditemukan gejala seperti batuk lebih dari dua minggu, berat badan turun, atau keringat malam berlebih, masyarakat jangan ragu memeriksakan diri. Lebih cepat diketahui, lebih mudah ditangani," pungkasnya.