Bisnis.com, BALIKPAPAN — Kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Balikpapan tentang pelarangan iklan rokok mendulang protes dari pelaku usaha media kreatif.
Surat edaran ini menyatakan bahwa tidak ada lagi izin reklame rokok yang diberikan untuk seluruh wilayah atau ruas jalan umum di Kota Balikpapan.
Keputusan ini menimbulkan protes dari para pelaku usaha media luar ruang dan media kreatif di Balikpapan, yang merasa hak dan kepentingan mereka dirugikan.
Menurut para pelaku usaha, surat edaran ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, yang masih berlaku hingga saat ini.
PP tersebut tidak melarang secara total reklame rokok, melainkan hanya mengatur ketentuan dan mekanisme bagi iklan luar ruang, seperti lokasi, ukuran, dan waktu penayangan.
Pengusaha media kreatif di Kota Balikpapan Nandia S mengatakan bahwa surat edaran ini merupakan ancaman bagi kehidupan dan perekonomian banyak orang yang bergantung pada sektor usaha dan industri kreatif.
Baca Juga
Dia menegaskan bahwa para pelaku media kreatif selalu taat dalam mengimplementasikan iklan produk tembakau sesuai dengan regulasi dan etika periklanan Indonesia.
“Pemerintah harus memikirkan ada banyak orang yang hidup dari sektor usaha dan industri kreatif. Ini sudah ke arah pelarangan total iklan, mau mematikan industri kreatif,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (7/12/2023).
Padahal, dia mengungkapkan bahwa selama ini industri kreatif di Balikpapan tumbuh mandiri tanpa dukungan, pemberdayaan dan sekarang tanpa perlindungan pemerintah.
Nandia meminta komitmen pemerintah untuk menyediakan sektor industri pengganti kepada para pelaku media kreatif jika pelarangan total iklan, promosi dan sponsorship terhadap produk tembakau terus diberlakukan.
“Pasca pandemi, sektor media kreatif berupaya bangkit kembali tanpa pemberdayaan dan perlindungan pemerintah. Tolong pemerintah memberikan solusi, jaminan alternatif terhadap kontinuitas bisnis dan ekonomi banyak orang yang bergantung pada industri kreatif ini,” tegasnya.
Senada dengan Nandia, Wawan, salah satu pelaku usaha billboard di Balikpapan, turut meminta kebijaksanaan dan empati pemerintah terhadap keberlangsungan ekonomi di Balikpapan.
Dia sangat menyayangkan mengapa peraturan tersebut bukan lagi semata pembatasan reklame di ruas jalan tertentu (jalan utama/jalan protokol/jalan besar), melainkan telah menjadi pelarangan total reklame di seluruh ruas jalan. “Tentu ini akan berdampak panjang kepada para pekerja di sektor ini,” katanya.
Selain itu, para pelaku usaha reklame dan media kreatif juga khawatir dengan klausul bisnis yang ada dalam surat edaran tersebut.
Surat edaran tersebut mengharuskan seluruh penyelenggara reklame rokok untuk segera menurunkan sendiri reklame rokok yang masih terpasang/tayang di seluruh ruas jalan Kota Balikpapan sebelum 11 Desember 2023.
Wawan menyebutkan hal ini berpotensi menimbulkan masalah hukum, karena ada kontrak terkait masa penayangan yang dilanggar atau terputus dengan adanya peraturan ini.
“Kami bingung dan khawatir karena dicap wanprestasi. Kami berharap pemerintah bisa memberikan solusi terhadap kondisi ini karena dampaknya panjang,” sebutnya.
Sebelumnya, Pemerintah kota Balikpapan mengeluarkan surat edaran yang melarang iklan rokok di seluruh wilayahnya, baik menggunakan reklame ataupun spanduk. Edaran ini dikeluarkan, sebagai upaya untuk mendukung program kota layak anak dan kawasan sehat tanpa rokok.
“Selama ini memang masih ada iklan rokok di pinggir jalan, seperti di wilayah Balikpapan Utara dan Timur. Tapi dengan edaran nomor 100 itu, kita himbau agar iklan rokok tidak ada lagi di seluruh wilayah Balikpapan,” kata Plt Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPDRD) Balikpapan, Idham Mustari.
Idham mengungkapkan bahwa pemerintah tidak lagi memperpanjang izin iklan rokok yang sudah ada, dan mengimbau para pelaku usaha untuk tidak menampilkan iklan rokok di media apapun.
Idham mengatakan kebijakan ini akan berdampak pada pendapatan daerah dari pajak reklame iklan.
Dia mengatakan bahwa pajak iklan rokok sekitar 20 persen dari total pajak reklame, yang mencapai 9,5 miliar rupiah per tahun. Namun, dia menilai bahwa kesehatan dan kesejahteraan masyarakat lebih penting daripada pendapatan daerah.
Meski kebijakan ini baru berupa edaran dan bersifat himbauan, Idham berharap para pelaku usaha, terutama reklame iklan rokok, dapat mematuhi dan tidak memperpanjang iklan rokok.
Selain melarang iklan rokok, pemerintah kota Balikpapan juga berencana untuk menertibkan keberadaan reklame atau billboard yang muncul dan kurang memperhatikan estetika kota.
Dia menuturkan bahwa kebijakan ini tidak ada sanksi, karena pemerintah mengandalkan kesadaran dan keterlibatan semua pihak. “Kita tidak akan memberikan sanksi, tapi kita minta kepada pengusaha advertising untuk tidak memperpanjang iklan rokok,” pungkasnya.