Bisnis.com, BALIKPAPAN – Efisiensi anggaran pemerintah pusat memicu krisis industri perhotelan di Kota Balikpapan.
Menurut data yang dihimpun Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Balikpapan okupansi hotel di kota minyak hanya mencapai 30% selama periode Januari hingga Mei 2025.
Ketua PHRI Balikpapan Soegianto menyatakan secara sistemik kebijakan ini telah berdampak terhadap stabilitas ketenagakerjaan sektor perhotelan.
"Memang ada beberapa hotel yang merumahkan sementara karyawannya. Misalkan dalam satu bulan, mereka kerja selama 10 hari, libur di rumah 20 hari karena kondisi tamunya juga sepi, jadi tidak ada yang dilayani," ujarnya baru-baru ini.
Dia mengaku industri perhotelan Balikpapan memiliki ketergantungan yang signifikan terhadap sektor pemerintahan.
Soegianto menekankan bahwa kontribusi pemerintah terhadap revenue hotel mencapai proporsi yang cukup substansial.
Baca Juga
"Pemerintah biasanya menyumbangkan revenue untuk hotel sekitar 40%, karena yang sering mengadakan acara-acara itu dari pemerintah. Jadi, hampir semua hotel di Balikpapan tidak ada kegiatan," jelasnya.
Kendati demikian, resiliensi industri perhotelan Balikpapan masih menunjukkan tanda-tanda positif.
Hingga saat ini, belum tercatat adanya hotel atau akomodasi yang terpaksa menutup operasional secara permanen akibat penurunan okupansi.
Sebagian besar manajemen hotel memilih strategi adaptif dengan mempertahankan karyawan melalui sistem kerja fleksibel dan diversifikasi target pasar.
"Kalau strategi itu tergantung kepada manajemen masing-masing. Pasti mereka berusaha semaksimal mungkin untuk bertahan agar bisa tetap berjalan dan tetap hidup," pungkasnya.