Bisnis.com, BALIKPAPAN — Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatatkan angka kemiskinan terendah dalam 1 dekade terakhir, yakni sebesar 5,17% pada Maret 2025.
Capaian ini sekaligus menandai penurunan signifikan dari angka kemiskinan periode sebelumnya yang mencapai 5,51% pada September 2024.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur Yusniar Juliana menyatakan jumlah penduduk miskin di wilayahnya turun drastis menjadi 199.710 orang, atau berkurang 12.200 orang dibandingkan September 2024.
"Dan menurun 21,63 ribu orang terhadap Maret 2024," kata Yusniar dalam keterangan resmi, Selasa (29/7/2025).
Meski sama-sama mengalami penurunan, kesenjangan tingkat kemiskinan antara wilayah perkotaan dan perdesaan masih terlihat jelas.
Di perkotaan, persentase penduduk miskin turun dari 4,41% menjadi 4,16%, sementara di perdesaan angkanya lebih tinggi, yakni dari 8% menjadi 7,48%.
Baca Juga
Yang mengkhawatirkan adalah Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) justru menunjukkan tren peningkatan.
Pada Maret 2025, total P1 naik menjadi 0,878 dari 0,606 pada September 2024, sedangkan P2 melonjak dari 0,104 menjadi 0,222.
Artinya, meskipun jumlah orang miskin berkurang, mereka yang masih miskin mengalami kemiskinan yang lebih dalam.
Jika dirinci, nasib masyarakat di wilayah perkotaan tampak muram yang tercermin dari P1 Maret 2025 sebesar 0,781 atau naik dibandingkan September 2024 yang hanya 0,511.
Senada, wilayah perdesaan turut mengalami kenaikan P1 yaitu dari 0,823 pada September 2024 menjadi 1,102 pada Maret 2025.
Bahkan, indeks P2 di wilayah perkotaan naik lebih dari 2 kali lipat dari 0,089 pada September 2024 menjadi 0,217 pada Maret 2025.
Sedangkan, P2 di wilayah perdesaan juga naik signifikan dari 0,138 pada September 2024 menjadi 0,235 pada Maret 2025.
Yusniar menyebutkan berbagai indikator ekonomi makro menjadi pendorong utama penurunan angka kemiskinan ini secara umum.
Pertama, pertumbuhan ekonomi Kalimantan Timur sebesar 1,07% pada kuartal I/2025 dibandingkan kuartal III/2024, sektor perdagangan besar dan eceran memimpin dengan pertumbuhan 7,49%.
Kedua, konsumsi rumah tangga mengalami ekspansi signifikan sebesar 3,06%, mencapai Rp21,02 triliun pada kuartal I/2025.
Ketiga, Nilai Tukar Petani (NTP) menguat menjadi 148,93 pada Maret 2025 dari 139,13 pada September 2024.
Yang tak kalah penting, harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit mengalami kenaikan sebesar 19,81%, yaitu dari Rp2.710,23 per kilogram menjadi Rp3.247,00 per kilogram.
Kondisi ini sejalan dengan panen raya padi di berbagai daerah dan peningkatan harga Gabah Kering Panen (GKP) menjadi Rp6.500 per kilogram.
Selain itu, garis kemiskinan mengalami kenaikan 1,43% menjadi Rp866.193 per kapita per bulan.
Komposisinya didominasi kebutuhan makanan sebesar 70,61% (Rp611.584) dan kebutuhan non-makanan 29,39% (Rp254.609).
Beras masih menjadi penyumbang terbesar garis kemiskinan makanan dengan kontribusi 17,51% di perkotaan dan 20,10% di perdesaan.
Menariknya, rokok kretek filter menempati posisi kedua dengan kontribusi 10,32% di perkotaan dan 14,11% di perdesaan.
Lebih lanjut, sektor ketenagakerjaan menunjukkan dinamika yang menarik namun mengkhawatirkan.
Proporsi pekerja sektor informal di Kalimantan Timur justru meningkat dari 42,32% (836.460 orang) pada Agustus 2024 menjadi 46,92% (943.098 orang) pada Februari 2025.
Pertanian, kehutanan, perikanan, serta penyedia akomodasi dan makan minum menjadi sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja informal.
Kendati demikian, ada secercah harapan dari kenaikan rata-rata upah buruh sebesar 0,88%, dari Rp4.400.771 menjadi Rp4.439.658.
Dia menuturkan sektor pertambangan dan penggalian, aktivitas keuangan dan asuransi, serta real estat menjadi sektor dengan kenaikan upah tertinggi.