Bisnis.com, BALIKPAPAN — Kapasitas fiskal Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) yang baik dihadapkan pada mandeknya penyerapan anggaran. Sejumlah tantangan untuk penyerapan anggaran daerah terus menghantui pemerintah daerah tiap tahunnya.
Terbaru, Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan (DJPb) Kaltim mencatat realisasi pendapatan daerah Kaltim mencapai Rp20,48 triliun atau sebesar 52,16 persen dari target dalam APBD Kaltim 2022. Capaian tersebut berarti ada kenaikan sebesar 12,39 persen secara tahunan pada kuartal III/2022.
Kepala Kanwil DJPb Kaltim Muhdi menyatakan kenaikan juga terjadi pada belanja daerah dengan pertumbuhan positif sebesar 4,06 persen (yoy), yang mencapai Rp16,95 triliun atau 46,41 persen dari alokasi pagu sebesar Rp36,51 triliun.
“Realisasi belanja daerah masih didominasi belanja pegawai dan belanja barang dan jasa yang masing-masing mencapai 60,54 persen dan 41,30 persen terhadap total realisasi. Sedangkan, belanja modal yang memiliki komposisi 17,7 persen terhadap total pagu hanya berkontribusi 8,9 persen,” dikutip dalam keterangan resmi, Rabu (4/1/2022).
Secara umum, Muhdi menyebutkan belanja daerah tumbuh sebesar 4,06 persen (yoy). Kendati demikian, belanja modal masih tertahan dengan mencatatkan kontraksi 29,08 persen (yoy).
“Tantangan utama belanja daerah adalah percepatan eksekusi yang seharusnya dilakukan sejak awal tahun. Kendala administratif yang terjadi berulang-ulang seperti lambatnya penetapan pejabat perbendaharaan membuat belanja daerah selalu tertahan di awal tahun,” sebutnya.
Baca Juga
Menurutnya, kapasitas fiskal pemerintah daerah di Kaltim relatif bagus dengan sebagian besar pada kategori tinggi dan sangat tinggi. Namun, ada tantangan yang perlu dihadapi dengan upaya keras untuk mengoptimalkan kapasitas fiskal/ anggaran untuk kesejahteraan masyarakat.
Sejumlah tantangan atau isu strategis dalam pelaksanaan APBD Kaltim yang menyebabkan akselerasi pelaksanaan APBD masih terkendala a.l pertama, keterlambatan penetapan pejabat perbendaharaan pada OPD, keterlambatan dan gagalnya proses lelang sehingga harus diulang dan proses pengesahan APBD-P membutuhkan waktu yang lama.
Kedua, faktor alam seperti cuaca yang tidak bersahabat serta bencana banjir dan longsor menghambat kegiatan/ proyek yang sedang dilaksanakan. Ketiga, tingginya SILPA di wilayah Kaltim yang seharusnya dapat dioptimalkan untuk belanja pembangunan daerah.
Kelima, pembahasan dan penetapan APBD/ APBD-P masih relatif lama sehingga percepatan realisasi APBD tertahan. Keenam, sebagian besar alokasi APBD digunakan untuk belanja operasional, hal ini kurang mencerminkan dukungan Pemda terhadap akselerasi pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat.
Terakhir, dimulainya pembangunan IKN Nusantara menuntut Pemda untuk mengakselerasi belanja daerah dan bersinergi dengan Pemerintah Pusat untuk sinkronisasi program/ kegiatan supaya sejalan dan tidak tumpang tindih
Adapun, realisasi pendapatan konsolidasian tercatat mencapai Rp32,96 triliun atau naik 78,12 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2021. Sedangkan, realisasi belanja konsolidasian mencapai Rp26,20 triliun, tumbuh positif sebesar 19,82 persen (yoy) sejalan dengan program percepatan realisasi belanja pemerintah sampai dengan kuartal III/2022.
Sehingga, anggaran pendapatan dan belanja konsolidasian mencatatkan surplus sebesar Rp6,76 triliun dan untuk SILPA tahun berjalan mencapai Rp10,09 triliun atau tumbuh sebesar 553,53 persen (yoy).