Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konflik Lahan Sawit, Kalteng Minta Presiden Evaluasi Perusahaan Tak Patuh Aturan

Perusahaan sawit wajib mengalokasikan 20 persen dari luas hak guna usaha (HGU) mereka untuk plasma.
Ilustrasi kebun sawit./Bloomberg-Joshua Paul
Ilustrasi kebun sawit./Bloomberg-Joshua Paul

Bisnis.com, BALIKPAPAN — Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Sugianto Sabran meminta Presiden Joko Widodo untuk mengevaluasi perusahaan-perusahaan sawit yang tidak memenuhi kewajiban plasma 20 persen bagi masyarakat.

Dia turut menyatakan keprihatinan dan dukungan kepada para korban dan keluarga konflik lahan sawit antara masyarakat Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Kalteng dengan PT Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP) yang telah menimbulkan korban jiwa dan luka-luka.

Sebagaimana diketahui, plasma adalah istilah untuk lahan sawit kemitraan yang harus disediakan oleh perusahaan sawit kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk pemberdayaan ekonomi.

Sesuai dengan ketentuan, perusahaan sawit wajib mengalokasikan 20 persen dari luas hak guna usaha (HGU) mereka untuk plasma.

Konflik yang terjadi di Desa Bangkal berawal dari masyarakat yang menuntut PT HMBP untuk memberikan lahan plasma sesuai dengan perjanjian. Namun, perusahaan hanya mau memberikan lahan seluas 235 hektare, sedangkan masyarakat meminta setidaknya 443 hektare.

Ketidaksepakatan ini berujung pada aksi demonstrasi dan bentrokan dengan aparat kepolisian yang datang untuk mengamankan lokasi.

Akibatnya, satu orang warga bernama Gijik (35) tewas diduga tertembak peluru tajam, sementara satu orang lainnya mengalami luka berat dan puluhan warga lainnya ditangkap.

Sugianto sempat turun ke lokasi untuk meninjau kondisi dan berdialog dengan para pihak yang terlibat. “Saya selaku Gubernur bermohon kepada Presiden RI Bapak Joko Widodo untuk mengevaluasi Perusahaan Besar Swasta atau PBS dan Hutan Tanaman Industri atau HTI yang tidak menjalankan kewajibannya menyediakan Plasma 20 persen, agar ijin HGU tidak diperpanjang lagi atau dicabut,” ujarnya yang dikutip dalam keterangan resmi, Selasa (10/10/2023).

Dia menyebutkan, konflik ini merupakan fakta yang ada di depan mata dan sudah terjadi. “Saya tidak menyalahkan masyarakat, karena mereka menuntut haknya yang memang sudah ada dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib mengalokasikan 20 persen plasma,” sebutnya.

Sugianto juga mengatakan bahwa permohonan evaluasi ini bukan baru pertama kali disampaikan kepada pemerintah pusat.

“Sudah berulang kali kita sampaikan dan bermohon dengan resmi, hendaknya hal ini menjadi perhatian pemerintah pusat,” tegasnya.

Sebagai dukungan sosial, Pemprov Kalteng dan Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng menjamin biaya pengobatan korban konflik sepenuhnya. Selain itu, ia juga meminta kepada masyarakat agar bisa bersabar dan menahan diri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper