Bisnis.com, SAMARINDA –– Digitalisasi menjadi kunci untuk menggerakkan ekonomi daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia.
Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Layanan TI untuk Masyarakat & Pemerintah Bakti Kominfo Yulis Widyo Marfiah menyatakan Bakti Kominfo memiliki berbagai program dan infrastruktur telekomunikasi yang telah dan akan dibangun di daerah 3T.
“Bakti Kominfo memiliki visi untuk menjembatani kesenjangan digital untuk masa depan Indonesia yang lebih baik,” ujarnya secara daring dalam Festival Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Bisnis Indonesia Group di Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim), Kamis (23/11/2023).
Menurut Yulis, infrastruktur telekomunikasi Bakti Kominfo di Kalimantan terdiri dari 1.785 titik akses internet dan 317 BTS USO (Universal Service Obligation). Sedangkan, jumlah infrastruktur & solusi ekosistem digital di Kalimantan Timur, terdiri dari 20 BTS USO, 35 BTS VSAT, 182 akses internet dan 4 solusi ekosistem digital yang tersebar di berbagai kabupaten dan kota.
Secara umum, Program Bakti Kominfo dalam memperkuat ekosistem digital meliputi Bakti Aksi (Akses Internet), Bakti Sinyal (BTS), SATRIA-I (Satelit Republik Indonesia), dan Palapa Ring.
Dia memaparkan, Bakti Aksi menyediakan akses internet melalui VSAT, radio link, dan fiber optic yang telah terealisasi di 14.445 titik di seluruh Indonesia.
Baca Juga
Bakti Sinyal membangun menara Base Transceiver Station di daerah yang belum terjangkau sinyal telekomunikasi, dengan total 6.025 lokasi stasiun pemancar sebagai pengirim dan penerima sinyal internet Bakti.
SATRIA-I adalah satelit multifungsi pemerintah yang dapat menjangkau semua wilayah termasuk terpencil sekalipun, dengan kapasitas 150 Gbps untuk menjangkau fasilitas layanan publik.
Kemudian, Palapa Ring adalah penggelaran jaringan tulang punggung infrastruktur internet untuk menyediakan layanan broadband nasional, dengan 57 kabupaten/kota terhubung menggunakan jaringan fiber optic sepanjang 12.229 KM dan total 55 hops microwave links,” papar Yulis.
Sementara itu, Yulis mengakui bahwa pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah 3T tidaklah mudah.
Dia mengungkapkan bahwa ada banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari kondisi geografis yang tidak mendukung, ketersediaan listrik yang terbatas, hingga biaya yang tinggi.
“Perusahaan telekomunikasi lebih memilih proyek yang bisa memberikan keuntungan komersial. Di sinilah peran negara penting, agar semua masyarakat bisa merasakan manfaat telekomunikasi sesuai amanat UU,” ungkapnya.
Adapun, Yulis berharap bahwa dengan adanya infrastruktur telekomunikasi yang memadai, masyarakat di daerah 3T dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan kualitas hidup dan ekonomi mereka.
Festival ini menghadirkan berbagai narasumber dari pemerintah, akademisi, dan praktisi yang berbagi pengalaman dan gagasan tentang bagaimana memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah 3T.