Bisnis.com, SAMARINDA – Pelaku usaha menilai upaya Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur untuk mengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Maloy Batuta Trans Kalimantan perlu dipelopori oleh Badan Usaha Milik Negara untuk bisa menstimulus pihak swasta masuk.
Wakil Ketua DPD Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Kalimantan Timur Alexander Soemareno berharap agar pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memulai industrialisasi di KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK).
Tujuannya untuk membangun budaya industri di kawasan tersebut.
“Rasa-rasanya susah kalau swasta. Hanya insentif pajak saja yang ada,” kata Alexander kepada Bisnis, Rabu (20/3/2019).
Dia menyatakan ada beberapa insentif yang disediakan oleh pemerintah pusat melalui administrator pemerintah daerah dalam pengelolaan KEK Maloy.
Untuk pengolahan kelapa sawit dan pengolahan kayu, ada pengurangan PPh sebesar 20% sampai 100% selama 10-25 tahun untuk nilai investasi lebih dari Rp1 triliun.
Baca Juga
Selain itu ada pula pengurangan PPh sebesar 20% sampai 100% selama 5 tahun sampai 15 tahun untuk nilai investasi lebih dari Rp500 miliar.
Sementara untuk kegiatan lainnya seperti logistik dan aneka industri ada tax allowance berupa pengurangan penghasilan netto sebesar 30% selama 6 tahun.
Dikenakan pula PPh atas deviden sebesar 10%. Beberapa insentif lainnya adalah Pasal 22 Impor tidak dipungut, PPN dan PPnBM tidak dipungut, ada pembebasan dan penangguhan bea masuk, kemudahan izin imigrasi dan pertanahan, serta kemudahan izin ketenagakerjaan.
Sampai 2025, KEK MBTK ditargetkan bisa mendulang investasi sampai Rp34,3 triliun dan meningkatkan PDRB Kutai Timru sampai Rp4,67 triliun per tahunnya.
Alexander menilai masih ada kendala di lapangan, belum ada pula investasi pendukung, serta budaya industri yang belum terbangun. Selain itu masalah terpenting kata Alexander adalah komitmen bahan baku.
“Bagaimana caranya membangun industri jika tanpa kepastian bahan baku?,” kata Alexander.
Dia menceritakan, tiga tahun yang lalu saat survey di KEK MBTK, masih belum terbangun tangka untuk crude palm oil (CPO) atau minyak sawit. Saat ini, kata Alexander dari sejumlah informasi yang dia terima listrik juga belum sepenuhnya mengalir di KEK MBTK.
“Sejauh ini ada komitmen di volume [CPO] tapi untuk harganya belum. Maka saya melihat BUMN Pertamina yang bisa start-up biodiesel di Maloy, mau skema B2B atau dikerjakan sendiri oleh Pertamina,” terangnya.
Terkait kedatangan pihak asing yakni Malaysia dan Brunei Darussalam ke KEK MBTK, Alexander menilai perlu ada kepastian atas penjajakan tersebut.
Hal ini mengingat ada banyak sektor usaha dari investor asing. Perlu ada kepastian apakah perusahaan yang masuk tersebut memang bergerak di bidang energy terbarukan.
Selain itu, kepastian ini juga diperlukan mengingat insentif yang diberikan dari pemerintah hanya berlaku untuk perusahaan Indonesia yang berlokasi di Kaltim.
“Asing yang mau ke Maloy kerja bidang apa? Biodiesel juga? Apa asingnya mau mengerjakan tanpa insentif yang didapatkan Pertamina?,” ungkap Alexander.
Menurut Alexander, ketika pengolahan CPO sebagai industri terbesar bisa membangun pabrik minyak goreng, maka akan banyak produk turunan lain yang bisa diolah di KEK MBTK.
Dia menyatakan bahwa sektor lain di luar industri sawit yang bisa masuk KEK MBTK adalah logistik. Namun prasyarat kehadiran bisnis logistik adalah kepastian geliat kegiatan ekonomi yang tinggi di kawasan tersebut.
Adapun Sekretaris Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, lokasi pembangunan KEK MBTK, mengakui bahwa sudah ada dua negara yang sudah menyatakan ketertarikan untuk melakukan ekspansi usaha ke lokasi ini. Dua negara itu adalah Malaysia dan Brunei Darussalam.
Selain dua perusahaan asing itu, Bisnis mencatat bahwa semua perusahaan pengelolaan kelapa sawit yang ada di Kaltim juga sudah diarahkan untuk menggunakan fasilitas di KEK MBTK. Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, ada 17 perusahaan sawit lokal yang terdaftar akan siap masuk KEK MBTK.
“Memang Pak Gubernur Awang Faroek [Gubernur sebelumnya] sudah meminta untuk semua perusahaan kelapa sawit masuk kesitu. Tapi saat ini sudah ada 5 perusahaan sawit yang siap masuk ke KEK MBTK,” paparnya.
Terkait dengan penyelesaian instalasi pengolahan air limbah (IPAL) Irawansyah mengatakan itu akan diselesaikan secara berkelanjutan setelah proses peresmian KEK MBTK.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Provinsi Kalimantan Timur Fuad Asaddin menyatakan Pemprov Kaltim memang menerima informasi bahwa KEK MBTK akan diresmikan bersam KEK Bitung dan KEK Morotai pada 28 Maret 2019 mendatang.
Dia menyatakan rencana tanggal 28 Maret 2019 itu juga belum pasti dari Pemerintah Pusat. Pasalnya, tanggal itu hanyalah tanggal yang diusulkan dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara kepada Presiden Joko Widodo agar perhelatan meresmikan KEK itu dilangsungkan bersama dengan acara keagamaan di Manado.
Dia menyatakan bahwa ada tiga opsi yang dirumuskan oleh dia untuk bisa dipertimbangkan oleh Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor sepulangnya dari Seychelles, Afrika Timur pada Sabtu, 24 Maret 2019. Ide tersebut pertama, adalah perwakilan Pemprov Kaltim hadir ke Bitung untuk meresmikan tiga KEK sekaligus.
Usul kedua, adalah menggunakan video conference sesuai rencana awal. Ketiga, adalah Pemprov Kaltim bisa mengajukan rencana peresmian sendiri lebih awal dan pasti, namun resiko biaya yang digelontorkan akan lebih besar.
Meski demikian, asal tahu saja, ketika KEK MBTK sudah diresmikan, maka sejumlah investor akan langsung bisa melakukan registrasi untuk pendaftaran menggunakan fasilitas.
Fuad menyebut dalam rapat koordinais terbatas, pihaknya sudah merampungkan masalah pembebasan lahan milik 3 pemilik lahan di arena sekitar KEK MBTK.
“Secara umum sudah tak ada masalah. Cuma awalnya mereka memang awalnya mau dibayarkan sesuai harga dengan pemilik lahan lain. Padahal lokasinya berbeda. Itu saja,” kata Fuad.